Bappeda Sumenep Ajak Mahasiswa Jadi Mitra Kritis Perencana Daerah

Foto: Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto saat foto bersama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kabupaten Sumenep di momentum Kongres VI

SUMENEP, updatejatim.net — Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengajak mahasiswa untuk duduk satu meja, bukan hanya untuk mendengar, tetapi juga menyuarakan.

Ajakan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto, saat menjadi pembicara dalam Kongres VI Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kabupaten Sumenep di Institut Kariman Wirayuda (INKADHA).

“Mahasiswa bukan sekadar pengamat. Mereka adalah generator ide, pembawa semangat baru, dan mitra kritis dalam membentuk arah pembangunan,” ujarnya. 11 Juli 2025

Pernyataan tersebut menegaskan perubahan pendekatan Bappeda Sumenep yang semakin terbuka terhadap partisipasi generasi muda.

Menurut Arif, Pemerintah Daerah saat ini tengah menyusun dokumen penting, yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang akan menjadi panduan pembangunan lima tahun ke depan.

Ia menegaskan, kehadiran mahasiswa dalam proses penyusunan RPJMD tidak hanya penting, tetapi juga mendesak.

“Kami ingin gagasan segar dari kalangan kampus ikut mewarnai dokumen strategis ini. Supaya pembangunan bukan hanya berdasarkan angka dan teori teknokratik, tapi juga suara nurani sosial yang dibawa mahasiswa,” tegasnya.

Kongres VI Aliansi BEM Sumenep mengangkat tema reflektif, ‘Merawat Nalar Kritis Mahasiswa dalam Menakar Kebijakan Publik: Demokrasi atau Sekadar Aksi?’. Tema ini mengundang diskusi mendalam seputar bagaimana mahasiswa bisa memainkan peran sebagai penggerak demokrasi substantif di daerah.

“Tak sedikit peserta kongres yang menyambut ajakan Bappeda tersebut sebagai langkah yang selama ini dinanti,” ucapnya.

Beberapa di antaranya bahkan menyarankan agar kampus dilibatkan dalam forum-forum perencanaan di tingkat desa atau kecamatan sebagai bentuk pembelajaran langsung.

Momentum ini menjadi sinyal bahwa pembangunan daerah tidak lagi dimaknai sebagai domain eksklusif pemerintah, melainkan ruang terbuka yang bisa diisi siapa pun yang peduli dan mau bergerak.

“Dengan kata lain, masa depan Sumenep bukan hanya ditulis oleh birokrat, tapi juga oleh mahasiswa yang berani berpikir, bersuara, dan bertindak,” pungkasnya.(DieBM)