Ketika Generasi Muda Menjadi Penjaga Api Budaya Madura: PSM 9 Sanggar Lentera STKIP PGRI Sumenep Resmi Dibuka

Foto: Ketua Umum Sanggar Lentera, Ari Firmansyah ketika sambutan di acara pembukaan PSM ke-9 (Di - updatejatim.com)

SUMENEP, updatejatim.net — Pekan Seni Madura ke-9 (PSM 9) Unit Kegiatan Mahasiswa Sanggar Lentera STKIP PGRI Sumenep, Madura, Jawa Timur, resmi dibuka.

Ribuan warga padati i Lapangan Kesenian Sumenep menanti pembukaan Pekan Seni Madura ke-9, hal ini menjadi sebuah peristiwa tahunan yang telah tumbuh menjadi lebih dari sekadar festival, tetapi menjadi ruang refleksi dan regenerasi budaya lokal.

“Kami ingin PSM menjadi tempat bertukar gagasan dan karya, bukan sekadar tempat tampil,” ujar Ketua Umum Sanggar Lentera, Ari Firmansyah. Jumat 13 Juni 2025

Di sinilah, lanjut dia, seniman desa bisa duduk satu panggung dengan pelajar, komunitas film bisa berbagi layar dengan kelompok tari rakyat, karena Ini bukan hanya perayaan tapi ini adalah pertemuan.

“Tahun ini, PSM mengusung tema ‘Horizontal Of Art’ menyandingkan pertunjukan tradisional dengan karya-karya eksperimental dari seniman muda Madura,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Disbudporapar Kabupaten Sumenep, Mohammad Iksan, tidak hanya menyampaikan apresiasi, tetapi juga menyuarakan keprihatinan.

“Jika seni tradisi hanya dipentaskan tanpa diwariskan, ia akan tinggal jadi tontonan yang kehilangan rohnya. Kegiatan seperti PSM ini adalah nafas kehidupan kebudayaan kita yang harus terus dihidupkan.” jelasnya.

ia menegaskan, apa yang membuat PSM ke-9 berbeda bukan pada megahnya panggung atau ramainya pengunjung, melainkan pada energi muda yang menyusunnya.

“UKM Sanggar Lentera, yang sejak awal menjadi motor penggerak acara, mengusung misi lebih dalam, menjadikan seni sebagai medium dialog lintas identitas,” tegasnya.

Senada disampaikan oleh Ketua STKIP PGRI Sumenep, Asmoni dalam sambutannya mengatakan, bahwa pihaknya melihat PSM sebagai contoh nyata bagaimana seni bisa menjadi bagian dari pendidikan kultural non formal yang berkelanjutan.

Menurut Asmoni, keberanian mahasiswa menggelar acara sebesar ini merupakan bentuk kepemimpinan budaya yang langka.

“Kalau kita bicara pelestarian, kita harus mulai dengan memberikan ruang. Dan Sanggar Lentera sudah membuktikan itu. Yang kita perlukan sekarang adalah kesinambungan regenerasi seniman, dokumentasi tradisi, serta jembatan antara akademik dan praktik budaya,” tuturnya.

Asmoni juga menyarankan agar di masa mendatang, kurasi kegiatan tidak hanya fokus pada panggung, tetapi juga riset.

“Misalnya, menampilkan tarian langka dengan disertai penelusuran sejarahnya, atau menggelar pertunjukan ludruk yang lahir dari riset etnografi mahasiswa.” pungkasnya.(DieBM)