Musik Dangdut PAMDAS Jadi Tanda PSM Ke-9 Sanggar Lentera STKIP PGRI Sumenep Ditutup

Foto: Ketua Umum UKM Sanggar Lentera, Ari Firmansyah saat sambutan di acara penutup PSM ke-9 (Di - updatejatim.net)

SUMENEP, updatejatim.net – Pekan Seni Madura (PSM) ke-9 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Lentera STKIP PGRI Sumenep secara resmi ditutup.

Seperti sebuah klimaks yang ditulis dengan nada populer dan semangat akar rumput, PAMDAS (Pemerhati Artis Musik Dangdut Sumenep) mengguncang penutupan dengan irama yang tak sekadar menghibur, tapi juga menyatukan.

Malam itu menjadi momen kontras sekaligus kolaboratif ketika seni tradisi bertemu musik jalanan, dan mahasiswa bersanding dengan masyarakat biasa, semua larut dalam satu bahasa: budaya.

“PAMDAS kami hadirkan bukan untuk menutup dengan glamor, tapi sebagai simbol bahwa seni rakyat juga pantas berdiri di panggung utama,” kata Ari Firmansyah, Ketua Umum UKM Sanggar Lentera. Kamis 19 Juni 2025

Ia menegaskan, cuaca memang jadi lawan tak terlihat selama gelaran PSM 9. Hujan turun hampir setiap sore, memaksa jadwal dirombak, membuat alat panggung dibungkus plastik, bahkan sempat menunda beberapa penampilan. Tapi seperti teater yang tak kenal kata ‘cut’, panitia memilih terus melaju.

“Kalau kita tunggu cuaca, mungkin takkan pernah selesai. Justru di situ semangat budaya diuji. Kita tidak hanya mempertahankan jadwal, tapi mempertahankan semangat,” tambah Ari.

Sementara itu, Ketua STKIP PGRI Sumenep, Dr. Asmoni, M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan rasa bangganya terhadap mahasiswa dan panitia yang berhasil menghidupkan Sumenep sebagai kota budaya.

“Sumenep ini punya segalanya. Tinggal kita mau atau tidak menjadikannya hidup. PSM adalah bukti bahwa generasi muda bisa merawat akar sambil menanam tunas baru,” tegasnya.

Lebih dari sekadar pertunjukan, PSM 9 menjadi semacam deklarasi diam bahwa budaya Madura bukan artefak mati. Ia tumbuh, beradaptasi, dan menyapa generasi baru tanpa kehilangan rohnya.

“Selama sepekan, panggung PSM menampilkan ragam seni tradisi tari, teater, musik, dan diskusi budaya. Tapi justru di malam terakhir, saat dangdut naik ke pentas, semua batas seolah hilang. Penonton ikut berjoget, orang-orang tua duduk di tikar sambil tersenyum, dan anak-anak bersorak mengikuti irama,” jelasnya.

“PSM 9 bukan cuma festival. Ia adalah ruang berani tempat di mana budaya tidak dikurung, tapi dipertontonkan dengan jujur, apa adanya, dan penuh cinta,” tukasnya.(DieBM)