RAD-PG Jadi Jurus Baru Bappeda Sumenep Atasi Inflasi dan Ketimpangan Pangan Kepulauan

Foto: Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto.

SUMENEP, updatejatim.net – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumenep, Madura, Jawa Timur, tak tinggal diam menghadapi tantangan inflasi dan kerentanan pangan yang terus mengintai wilayahnya, terutama di kawasan kepulauan.

Bappeda kini tengah menyiapkan peta jalan baru Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) 2025–2029.

RAD-PG ini bukan sekadar dokumen teknokratis. Ia dirancang sebagai alat kendali kebijakan agar Sumenep tak hanya tangguh secara ekonomi, tapi juga adil dalam distribusi pangan bergizi.

Isu ini kian krusial di tengah naik-turunnya harga bahan pokok dan ketimpangan akses pangan antara daratan dan pulau-pulau kecil yang menjadi karakter geografis unik Sumenep.

“Sumenep ini luas dan berpulau-pulau. Distribusi logistik sangat menentukan inflasi kita. Jadi, kebijakan pangan tak bisa dibuat dari balik meja saja,” ujar Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto. Jumat 20 Juni 2025

Arif menyebut, tantangan inflasi di Sumenep bukan hanya soal angka, seperti yang dilaporkan BPS Jawa Timur, yakni 1,22 persen per Mei 2025, tetapi soal dampak riil di lapangan.

Ia mengatakan, perbedaan harga beras atau telur antara Kecamatan Kota dan Pulau Raas, misalnya, bisa mencapai 40–60 persen karena tingginya ongkos distribusi.

“Bayangkan, satu kilogram beras di daratan Rp12 ribu, tapi bisa jadi Rp20 ribu di pulau. Ini bukan semata soal ekonomi, tapi keadilan sosial,” jelasnya.

Itulah sebabnya, lanjut dia, dalam penyusunan RAD-PG, Bappeda menggandeng berbagai instansi seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dinas Kesehatan, hingga Bagian Ekonomi dan BUMDes.

“Urusan pangan tidak lagi diperlakukan secara parsial, melainkan terintegrasi dalam satu skema besar yang berbasis data dan responsif terhadap kondisi geografis,” tegasnya.

Menurut Arif, penguatan fiskal sebagai bagian dari strategi menghadapi inflasi. Menurutnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bantalan anggaran untuk subsidi pangan dan program ketahanan ekonomi masyarakat.

“Kita tidak bisa berharap terus dari pusat. Sumenep harus mandiri secara fiskal, agar bisa responsif saat harga-harga melonjak. Kunci utamanya ada di optimalisasi PAD dan penguatan sektor-sektor penghasil pajak,” ucapnya.

Langkah ini sekaligus menjadi bukti bahwa Bappeda Sumenep serius membumikan konsep pembangunan inklusif.

“Pembangunan yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan angka, tetapi juga keberpihakan pada wilayah yang selama ini tertinggal secara logistik dan akses,” tukasnya.(DieBM)